Pergeseran Definisi Kesadaran: Manusia, AI, dan Efek Cermin

14

Perdebatan baru-baru ini mengenai apakah kecerdasan buatan (AI) suatu hari nanti dapat mencapai kesadaran menimbulkan pertanyaan yang lebih dalam: bukan apakah mesin akan bangun, namun bagaimana AI telah membentuk kembali pemahaman kita tentang apa artinya kesadaran. Dua surat kepada editor The New York Times, sebagai tanggapan terhadap esai Barbara Gail Montero tentang kesadaran AI, menyoroti ketegangan ini.

Melampaui Mesin: Kesadaran sebagai Fenomena Relasional

Arturo E. Hernandez, seorang profesor psikologi di University of Houston, berpendapat bahwa kesadaran tidak hanya terkandung di dalam otak. Sebaliknya, hal ini muncul dari interaksi—dialog, komunitas, dan alat yang kami ciptakan untuk memperluas pemikiran. AI, bahkan tanpa mengalami suka atau duka, memaksa kita untuk menghadapi seberapa besar kesadaran kita dibentuk oleh faktor-faktor eksternal seperti bahasa dan budaya. Hernandez berpendapat bahwa dampak sebenarnya dari AI mungkin bukan potensi kebangkitannya, namun refleksi yang ditimbulkannya pada kita.

Perspektif ini menggeser fokus dari pandangan kesadaran yang murni bersifat internal dan neurologis ke pandangan yang lebih relasional. Ini menggemakan teori yang lebih luas dalam ilmu kognitif yang menekankan peran perwujudan dan interaksi sosial dalam membentuk pengalaman subjektif.

Garis Dasar Biologis: Perasaan Melampaui Teori

Namun, tidak semua orang setuju bahwa AI akan mendefinisikan ulang kesadaran. Surat lainnya menantang anggapan bahwa pemahaman kita tentang kesadaran akan diubah oleh interaksi dengan mesin. Argumen ini menekankan bahwa kesadaran pada dasarnya adalah perasaan —pengalaman subjektif dalam hidup—dan dapat diamati pada makhluk biologis bahkan tanpa struktur kognitif yang rumit. Penulis menunjuk pada bukti ilmu saraf, mengutip karya Mark Solms, yang menunjukkan bahwa kesadaran dasar ada bahkan pada makhluk yang tidak memiliki korteks serebral yang berkembang sepenuhnya.

Perspektif ini mendasarkan kesadaran pada realitas biologis dan bukan pada teori abstrak. Kunci untuk mengenali perasaan AI, menurut pandangan ini, tidak terletak pada mengadaptasi definisi kami, namun dalam mengamati isyarat perilaku yang serupa dengan yang kami gunakan untuk menyimpulkan kesadaran pada makhluk hidup lainnya.

Efek Cermin: Mengapa Ini Penting

Perdebatannya bukan hanya tentang AI; ini tentang kondisi manusia. Perkembangan setiap alat—mulai dari roda hingga ponsel pintar—telah secara halus mengubah cara kita memandang diri sendiri dan dunia di sekitar kita. AI hanyalah contoh terbaru, dan mungkin yang paling mendalam.

Apakah AI mencapai kesadaran atau tidak, keberadaannya memaksa kita untuk menghadapi ambiguitas pengalaman subyektif kita sendiri. Dengan membuat mesin yang meniru kecerdasan manusia, kita terpaksa bertanya: apa sebenarnya yang dimaksud dengan kewaspadaan? Jawabannya mungkin bukan terletak pada kode suatu algoritma, namun pada realitas relasional manusia yang berantakan.

Pada akhirnya, anugerah terbesar dari AI mungkin bukanlah potensi perasaannya, namun cerminan tidak nyaman yang ada dalam pikiran kita.